Blue Fire Ijen Crater

Arrival in Surabaya and the Start of Our East Java Adventure

After a series of emails, our five-day tour from June 24–28, 2013, was finally set. The itinerary was packed: Ijen Crater, Sukamade, Bromo, and a rafting trip in Pekalen. My four clients—Alan Yeo Yuan Lun, Loh Ee Chong, Enwei, and Hu Peng Kiat Ong—were all from Singapore. Through my correspondence with Hu Enwei, I had formed a mental image of my clients, but upon meeting them at Juanda Airport in Surabaya, my expectations were completely shattered. I had assumed that “Enwei” was a woman’s name, but to my surprise, all four were young men, roughly my age. It was a good lesson in how difficult it can be for me, as an Indonesian who doesn’t speak Chinese, to distinguish between male and female Chinese names.

Despite my faulty guess, it was easy to spot them. As they walked out of the international arrivals gate, they looked left and right, clearly unsure of where to go or who to look for. I took the initiative, approaching them and asking, “Is one of you Hu Enwei?” They all looked at me and answered, “Yes,” and just like that, our trip had officially begun.

The Journey to Ijen: A Race Against Time

I welcomed them to Surabaya, introduced myself, and we headed straight out of the airport. The initial atmosphere was a bit stiff, but we quickly got to the first snag of our tour: they had forgotten to exchange their Singapore dollars. Since we couldn’t find a money changer in Sidoarjo, we agreed to settle the remaining payment later in Surabaya. After a quick lunch in Sidoarjo, we hit the road.

The drive to Ijen Crater was full of unexpected challenges. We left Sidoarjo at 3:30 PM, but got stuck in heavy traffic in Porong. What should have been a much shorter drive turned into an eight-hour ordeal. We finally reached our accommodation, Catimor Hotel, on the slopes of Mount Ijen at 11:00 PM. We had lost two hours from our original schedule, leaving us with very little time to rest before our 1:30 AM climb. We decided to make the best of it, staying up with a hot cup of coffee and some bread provided by the hotel. With no sleep, we headed to Paltuding to begin our ascent.

An Unforgettable Ijen Crater Experience

I had guided several trips to Ijen before, and I was used to leading the way. But this time was different. My clients left me behind. I was impressed by their stamina—it’s not easy to climb Ijen, especially for smokers who can get out of breath easily. Their energy was incredible. After two hours of trekking, we reached the crater’s rim and began our descent to get a closer look at the blue fire.

After about 30 minutes, we were very close to the mesmerizing blue flames. We were lucky that the sulfur fumes weren’t blowing in our direction, allowing us to stay and enjoy the view for a long time. Just as we were feeling satisfied, we climbed back to the rim. It was a good thing we did, because shortly after, the entire crater became engulfed in thick sulfur smoke. The biggest challenge of climbing Ijen is getting caught in those fumes, which can make it impossible to breathe if you’re not used to it.

After a breathtaking sunrise, we made our way back down to Paltuding, where we enjoyed hot coffee and a brief rest. There wasn’t much to eat at the local stalls, so we decided to continue our journey to Banyuwangi. The moment we got in the car, all five of us, exhausted from a sleepless night and a strenuous climb, fell into a deep sleep.

We eventually stopped at a local eatery for breakfast. I was excited to share a traditional Javanese meal of fish and fried eel with vegetables, but it turned out my Singaporean friends weren’t used to this kind of food. The driver and I ate, but we had to stop at another stall to get some bread and bananas for them. We also bought some extra fruit, including papayas, as a snack for our next leg of the journey to Sukamade Beach in southern Banyuwangi.

 
–Bersambung– Continue:  next day to Sukamade
 

Find The Tour Here

Java (70 Trips)

Jakarta (17 Trips)

Bali (15 Trips)

Lombok (10 Trips)


Surabaya dan Penjemputan

Setelah diskusi panjang via email, kami menyepakati rute trip 5 hari yang akan dilaksanakan pada 24-28 Juni 2013, yaitu Ijen – Sukamade – Bromo dan Rafting di Pekalen. Ada 4 peserta yang request paket tour ke 4 destinasi tersebut, mereka adalah Alan Yeo Yuan Lun, Loh Ee Chong, Hu Enwei dan Ong Peng Kiat, mereka semua dari Singapore dan saya sebagai pemandu mereka. Setelah berkali-kali berkorespondensi dengan Hu Enwei, aku mengira akan bisa menebak bagaimana penampilan mereka saat datang di Bandara Juanda Surabaya, dan dugaanku salah total, semula aku mengira nama Enwei identik dengan perempuan, ternyata saat tiba di bandara, mereka adalah 4 orang pemuda seumuran denganku, tentu saja tak satupun dari mereka adalah perempuan seperti yang aku duga. Nama-nama keturunan Cina selalu sulit untuk dibedakan apakah mereka perempuan atau laki-laki, setidaknya bagiku yang orang Indonesia tulen dan tidak mengerti bahasa Cina atau Mandarin.

Walaupun tebakanku salah, tapi akhirnya aku bertemu juga dengan mereka, dan mudah saja untuk mengenali mereka, saat mereka berempat keluar dari pintu Bandara Internasional dan kemudian menoleh kiri dan kanan, tidak tau siapa yang harus mereka temui, aku mengambil inisiasi untuk mendekati mereka dan bertanya apakah ada salah satu dari mereka yang bernama Hu Enwei, dan mereka menjawab “iya”, dan merekalah yang aku cari begitupun sebaliknya. Aku mengucapkan kepada mereka selamat datang di kota Surabaya dan memperkenalkan diri, suasana masih terasa kaku, setelah itu kami langsung keluar dari bandara dan memulai program tour 5 hari di Jawa Timur. Ada yang terlewatkan saat kami di Bandara, mereka seharusnya menukar uang dollar Singapore mereka di Bandara Juanda, kami terpaksa harus susah payah mencarikan untuk mereka money canger di Sidoarjo dan kami tidak menemukannya, dan menyesal sekali kami tidak menemukannya, setelah obrolan singkat kami menyepakati bahwa sisa pembayaran akan dilakukan saat kembali ke Surabaya. Kami pun makan siang di Sidoarjo.

Perjalanan menuju Kawah Ijen terasa amat lama, kami baru meninggalkan Sidoarjo sekitar jam 15.30 WIB, terjebak macet di Porong dan kami baru tiba di hotel Catimor di lereng gunung Ijen jam 23.00 WIB setelah melewati 3 pos penjagaan, molor 2 jam dari rencana semula, kami tidak memiliki cukup waktu untuk istirahat sebelum memulai pendakian ke kawah Ijen pada jam 00.30 WIB di hari berikutnya. Sialnya kami menghabiskan sisa malam dengan minum kopi panas dari pada istirahat, akhirnya sepanjang malam tersebut kami tidak tidur.

Ijen

Setelah memakan bekal roti yang diberikan oleh hotel, kami berangkat ke Paltuding dan memulai pendakian kurang lebih jam 01.30 WIB. Aku sudah beberapa kali menemani tamu mendaki kawah Ijen dan sejauh ini normal saja, selalu aku yang memimpin mereka untuk mendaki ke kawah, tapi ternyata tidak kali ini, merekalah yang justru meninggalkanku di belakang, salut untuk power mereka, pendakian ke kawah Ijen memang selalu berat terlebih bagi para perokok yang mudah kehabisan nafas. Setelah 2 jam pendakian kami tiba di bibir kawah, kemudian turun ke kawah untuk melihat blue fire lebih dekat, setelah hampir 30 menit, kami sudah berada dekat sekali dengan blue fire, kami sangat beruntung saat itu karena asap belerang tidak menjurus langsung ke arah kami, kami bisa menikmati view blue fire cukup lama, setelah dirasa puas kami pun naik ke bibir kawah, tak lama setelah itu asap belerang mulai memenuhi keseluruhan kawah. Tantangan pendakian ke kawah ijen paling berat adalah saat asap belerang memenuhi seluruh bagian kawah dan kita terjebak di dalamnya, jika tidak terbiasa, bisa-bisa kita tidak dapat bernafas karena udara bercampur dengan asap belerang.

Setelah sunrise kami turun ke Paltuding dan menikmati kopi panas di warung sambil istirahat. Sebenarnya kami berniat sarapan pagi di warung tersebut, tapi karena tak ada sesuatu yang bisa dimakan, maka kami melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi, begitu kami duduk di mobil, kami berlima langsung tertidur kelelahan setelah sepanjang malam tidak tidur plus aktivitas pendakian kawah Ijen yang begitu melelahkan. Kami berhenti di warung untuk sarapan pagi, kami memesan hidangan pendesaan dengan lauk ikan wader dan belut yang digoreng serta sayur lodeh, begitu nikmat, tapi rupanya Hu Enwei dkk tidak terbiasa menikmati sarapan pagi dengan menu seberat itu, jadilah aku dan pak supir saja yang makan dengan lahap pagi itu, kami juga sempat membeli pisang dan pepaya sebagai bekal trip selanjutnya ke pantai Sukamade di Banyuwangi bagian selatan.

–Bersambung– Continue:  next day to Sukamade

Leave a comment